Karma Phala dan Punarbhawa
Pengertian
Karma Phala
Kata karma berasal dari dari bahasa Sansekerta, yang artinya
berbuat atau bekerja. Manusia yang dipengaruhi oleh Tri Guna yang terdapat
dalam dirinya selalu bergerak aktif dan berbuat. Perbuatan atau kegiatan yang
dilakukan itu kadang-kadang disadari, kadang-kadang tidak disadarinya. Kegiatan atau perbuatan
tersebut ada yang baik dan ada yang tidak baik, semua itu di sebut dengan Karma.
Jadi, untuk lebih jelasnya dapat kita simpulkan bahwa karma ialah segala
perbuatan dan kegiatan yang kita lakukan tanpa kecuali baik yang secara sadar
maupun yang kita laksanakan secara tidak sadar.
Bebtuk-bentuk karma itu sesuai
dengan sumbernya ada tiga macam juga, yaitu:
1. Karma dalam bentuk pikiran
2. Karma dalam bentuk ucapan
3. Karma dalam bentuk perbuatan atau
tingkah laku
Jika begitu,
dapat kita ungkapkan apa yang disebut dengan karma ialah segala kegiatan dalam
bentuk pikiran, ucapan, dan perbuatan, baik yang disadari maupun tidak di
sadari.
Seperti halnya, seorang petani ang menanam jagung atau
singkong, pasti ia akan memetik jagung dan singkong, karena jagung itu kelak
pasti kan berbuah dan singkong itu pasti akan berumbi. Petani itu pula akan
menikmati rasanya atau yang akan memetiknya. Bukan orang lain, karena petani
itulah yang menjadi pemiliknya.
Begitu juga halnya dengan karma,
perbuatan yang dilakukan oleh manusia pasti akan menimbulkan hasil, buah atau
akibat. Hasil dari perbuatan itulah yang disebut dengan Karma Phala. Kata Phala
berarti buah atau hasil, dan yang akan menerima Karma Phala atau buah karma itu
adalah orang yang memiliki karma itu, sebab ia sendiri yang membuat karma
itu. Jika dia membuat karma yang baik,
dia akan menerima hasil baik dan jika sebaliknya, maka dia juga yang akan
menerima hasil yang tidak baik. Keadaan atau kejadian seperti ini di sebut
dengan Hukum Karma Phala atau Hukum Karma.
Hukum Karma adalah hukum alam yang
menjelaskan bahwa segala perbuatan akan menimbulkan hasil, pebuatan baik akan
menimbulkan kebaikan dan perbuatan jahat akan menimbulkan kejahatan
(penderitaan).
Hal itu sesuai dengan Hukum sebab
akibat yang menyatakan bahwa setiap sebab menimbulkan akibat. Maksudnya segala
sebab yang berupa perbuatan akan membawa akibat sebagai hasil perbuatan itu,
karena kata perbuatan sama dengan “Karma” maka dapat kita katakan sebagai
berikut: segala karma (perbuatan) akan mengakibatkan Karma Phala (hasil/buah
perbuatan).
Inilah yag disebut juga dengan Hukum Karma. Hukum Karma ini
adalah hukum alam semesta yang telah ditetapkan oleh Tuhan/Sang Hyang Widhi
Wasa. Karena itu, Hukum Karma itu berlaku bagi semua manusia. Hukum Karma itu
berlaku dimana saja, kapan saja dan terhadap sapa saja, karena hukum karma itu
tidak dipengaruhi oleh ruang, waktu, dan tempat. Karena itu, Hukum itu telah
berlaku sejak alam ini mulai diadakan dan akan terus berlaku sampai alam ini
pralaya.
Pengertian
Punarbhawa
Kata Punarbhawa berasal dari bahasa
Sansekerta, terdiri dari dua kata, yaitu kata punar yang berarti lagi, kembali,
dan kata bhawa berarti menjelma. Jadi Punarbhawa berarti kelahiran yang berulang-ulang yang
disebut juga penitisan atau samsara. Di dalam pustaka suci Weda dikatakan
bahwapenjelmaan atma (roh) yang berulang-ulang (samsriti) ke dunia ini disebut
samsara. Punarbhawa atau samsara ini terjadi di akibatkan oleh adanya Hukum
Karma, dimana karma yang jelek menyebabkan atma (roh) menjelma kembali untuk
memperbaiki perbuatanya yang tidak baik, atau karena atma itu masih di
pengaruhi oleh karma wasana ( bekas-bekas atau sisa-sisa perbuatan) atau
kenikmatan duniawi sehingga tertarik untuk lahir ke dunia. Kelahiran ini adalah
samsara (sengsara) sebagai hukuman yang diakibatkan oleh perbuatan atau karma
dimasa kelahiran terdahulu.
Segala yang kita perbuat di dunia
ini menyebabkan adanya bekas (wasana) dalam jiwatman. Bekas-bekas perbuatan
(karma wasana) ada macam –macam. Jika bekas-bekas itu hanya bekas ke duniawian,
maka jiwatman akan lebih mudah di tarik oleh hal-hal ke duniawian sehingga
jiwatman itu lahir kembali. Misalnya pada waktu mati ada bekas-bekas hidup
mewah pada jiwatman, maka setelah di akhirat jiwatman itu masih punya hubungan
kemewahan hidup, sehingga jiwatman itu mudah untuk di tarik kembali ke dunia
apabila pada saat kematianya itu tidak ada
bekas-bekas kemewahan (ikatan ke duniawian) ,maka ia akan terus bersatu dengan
Sang Hyang Widhi Wasa dan mencapai tujuan akhir yang disebut moksa. Meskipun
tujuan akhir manusia adalah untuk mencapai moksa, tetapi kelahiran kita ke duniawi sebagai
manusia adalah suatu kesempatan untuk meningkatkan kesempurnaan hidup guna
mengatasi kesengsaraan, dan juga untuk dapat melenyapkan pengaruh karma (maya)
yang merupakan sebab utama timbulnya Punarbhawa atau samsara (sengasara).
Unsur-unsur maya tersebut, baik yang berupa Suksma Sarira maupun berupa Sthula
Sarira yang bersumber pada citta dan Karma serta terdiri dari Panca Maha Butha
itu akan selalu mengadakan hubungan tarik menarik secara timbal balik. Apa yang
dialami oleh atma dalam Suksma Sarira dan Sthula Sarira demikian pula akibat
yang akan dialami oleh atma dalam Sthula Sarira dan Suksma Sarira pada
kehidupannya yang akan datang. Jadi yang menjadi sumber timbulnya samsara atau
Punarbhawa itu adalah maya dan karma itu sendiri.
Dengan adanya pengaruh maya maka atma menjadi
awidya, karena dalam hal ini Ahamkara (sifat ego) dan indra sangat besar
pengaruhnya sehingga pikiran mengarah kepada dua di antara Tri Guna, yaitu
Rajas dan Tamas, sehingga mengakibatkan karma yang dilakukannya pun bersifat
Rajas dan Tamas pula, karena pikiran atau citta itulah yang menjadi sumber
timbulnya segala macam aktivitas (karma) tersebut.
Setiap karma yang dilakukan atas
dorongan indria dan kenafsuan adalah Asubha Karma karena akibatnya akan
menimbulkan dosa, dan atma akan mengalami Neraka serta selanjutnya akan mengalami
penjelmaan Punarbhawa dalam tingkat yang lebih rendah. Demikian pula sebaliknya
bahwa karma yang dilakukan atas dasar buddhi sattvam adalah buddhi dharma
(Subha Karma) yang mengakibatkan atma akan mendapat surga dan jika menjelma
kembali akan mengalami tingkat penjelmaan yang sempurna dan lebih tinggi. Atma
yang menjelma dari surga akan menjadi manusia yang hidup bahagia di dunia dan
kebahagiaan ini akan dialami dalam penjelmaan yang akan datang yang di sebut
Surga Syuta. Sedangkan atma yang menjelma dari Neraka akan menjadi makhluk yang
nista dan akan mengalami bermacam-macam penderitaan hidup di dunia ini dan
penderitaan yang dialami dalam penjelmaan ini disebut Neraka Syuta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar